Pemandangan yang indah yang mengajarkan kepada kita untuk menghormati orang yang berilmu walau sebenarnya kita tahu
MasyaAllah. Kata yang pertama kali terucap dalam hati ini ketika melihat suatu pemandangan yang indah, dalam video singkat di media sosial (instagram) di mana ketika seorang ulama memperlihatkan keindahan sebuah adab dan akhlak.
Pemandangan tersebut terjadi di kota Cirebon, tepatnya dalam majelis Buya Yahya, yang pada saat itu sedang mengisi kajian Kitab Al-Hikam pada tanggal 21 Januari 2019.
Awalnya pemandangan tersebut bermula setelah kajian tersebut berlangsung selama satu jam, selanjutnya dibukalah sesi bagi para jamaah untuk bertanya.
Kemudian salah satu dari jamaah berdiri dan bertanya. Ketika mengucapkan salam dan memperkenalkan nama –belum sempat untuk mengucapkan pertanyaanya-, jamaah tersebut langsung dihampiri oleh Buya Yahya seraya mengatakan “La ilaha illallah masyaAllah, Habibana”.
Ternyata jamaah yang bertanya tersebut adalah Babib Novel bin Muhammad Alaydrus, seorang ulama muda dari Solo.
Kita tentu sama-sama tahu ketinggian dan keluasaan ilmu yang beliau berdua miliki. Tapi lihatlah apa yang terjadi, ternyata ketinggian ilmu yang dimiliki sama sekali tidak membuat beliau terlihat sombong, namun sebaliknya, lebih merendah.
Pemandangan ini yang diperlihatkan oleh Habib Novel, di mana beliau duduk di belakang di antara para jamaah lainnya ketika dalam majelis Buya Yahya tersebut.
Pemandangan lain juga diperlihatkan oleh Buya Yahya pada saat mencium tangan habib Novel, MasyaAllah. Pemandangan yang indah yang mengajarkan kepada kita untuk menghormati orang yang berilmu walau sebenarnya kita tahu kalau kita juga seorang yang berilmu, inilah sifat kerendahan yang terbentuk oleh ketinggian, keluasan serta keberkahan suatu ilmu yang kita miliki.
Maka benarlah apa yang pernah disampaikan oleh ‘Abdullah bin Al-Mubarak, bahwa belajar ilmu itu mempunyai tiga tingkatan:
Pertama, barangsiapa yang sampai ke tingkatan pertama, dia akan menjadi seorang yang sombong. Kedua, barangsiapa yang sampai pada tingkatan kedua, dia akan menjadi seorang yang tawadhu’. Dan terakhir, yang ketiga, barangsiapa yang sampai ke tingkatan ketiga, dia akan merasakan bahwa dia tidak tahu apa-apa.*
Wassalam