Buatlah keputusan yang tegas namun tetap sopan kepada pria tersebut dan keluarganya
ssalamu’alaikum Warahmalullah wabarakatuh
Saya Khairuddin. Saat ini sedang menunggu kedatangan pria yang menyukai putri pertama saya. Masalahnya putri saya tidak menyukai pria itu.
Setelah saya selidiki, saya sendiri mengetahui ketidakbaikan pria itu. Namun saya tetap memberi kesempatan kepada pria itu untuk datang ke rumah sebagai penghormatan dan silaturahmi saja. Permasalahan yang muncul adalah, bagaimana saya menyampaikan penolakan yang benar dan bijaksana, tidak menimbulkan ketersinggungan, sehingga kekeluargaan tetap terjaga. Mohon bantuan dan sarannya. Terima kasih sebelumnya.*
Wassalamu’alaikumWarahmalullah wabarakatuh
Jawaban
Wa’alaikumsalam Warahmalullah wabarakatuh
Bapak Khairuddin yang dirahmati Allah. Saat bahagia sekaligus menegangkan bagi seorang ayah adalah saat putrinya beranjak dewasa, terlebih saat memasuki jenjang pernikahan. Dikatakan bahagia karena tugas mendampingi hingga usia dewasa adalah upaya yang tidak ringan. Menegangkan, karena sesungguhnya tugas belum selesai, hingga ada seorang suami yang sungguh mampu melanjutkan tugas pendampingan hingga mendapatkan ridha Allah Subhanahu Wata’ala.
Hal ini juga yang saat ini sedang Anda alami. Mengetahui ada ketidakbaikan pada pria yang akan melamar putri Anda, adalah baik. Sedangkan keinginan untuk menjaga kualitas silaturahmi serta menghormati dalam menjalin persaudaraan adalah hal terbaik yang Anda miliki. Perlu Anda pertimbangkan, bahwa–semoga–hal buruk dari pria itu bukan karena ketaatannya pada Islam. Rasa tidak suka terhadap sesuatu sifat, perangai atau penampilan seseorang, adalah manusiawi. Anda dan putri Anda tentu mengharapkan pasangan yang menyejukkan pandangan. Sehingga, jika rasa tidak suka itu ada dalam diri Anda dan putri Anda, tidak bersalah.
Berbeda bila Anda tidak suka kepada pria itu karena ketaatan dan komitmennya kepada Islam, maka hal ini ada resikonya, karena bisa menghapus amal dan menggiring Anda kepada kekufuran. Firman Allah;
وَالَّذِينَ كَفَرُوا فَتَعْساً لَّهُمْ وَأَضَلَّ أَعْمَالَهُمْ
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ
“Orang-orang kafir, maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menyesatkan amal-amal mereka. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah, lalu Allah menghapuskan amal-amal mereka.” (QS; Muhammad: 8-9)
Bapak Kahiruddin, memang sangat sulit jika kita berbicara tentang penolakan lamaran pernikahan dengan tidak menyakiti hatinya. Karena faktanya, setiap penolakan tentu menimbulkan rasa kecewa, meskipun penolakan itu dengan cara yang lembut. Maka, hadapilah permasalahan ini dengan tawakal kepada Allah Subhanahu Wata’ala, lakukan shalat istikharah dan bersabarlah. Sebagai saran dan masukan, berikut ini beberapa langkah dalam pelaksanaannya;
Pertama, sebelum Anda mengambil keputusan, Anda perlu bertanya kembali dan berdiskusi dengan putri Anda tentang rencana kehidupan masa depannya. Jika putri Anda benar-benar berfikir jika nantinya ketika dia bersama pria tersebut khawatir tidak bisa menemukaan kebahagiaan, maka jadikan itu sebagai alasan tegas yang akan Anda sampaikan. Jangan Anda biarkan ada rasa yang mengganjal dalam hati Anda dan putri Anda.
Kedua, berikan penjelasan dari alasan Anda menolak lamarannya dengan bahasa yang baik dan sopan. Coba perhatikan keterangan berikut;
Dulu ada seorang sahabat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam yang dikenal keshalihannya. Namanya Tsabit bin Qais yang menikah dengan Jamilah binti Abdillah. Suatu ketika Jamilah melihat suaminya berjalan bersama sederetan para sahabat. Dia terheran, tidak ada lelaki yang lebih jelek daripada suaminya. Hingga dia merasa tidak tahan untuk bersama Tsabit karena takut tidak bisa menunaikan hak suaminya. Lalu dia lapor kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam. “Ya Rasulullah, Tsabit bin Qais saya sama sekali tidak menemukan kejelekan akhlak dan agamanya, namun saya khawatir kufur dalam Islam. (HR. Bukhari).
Kemudian Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam menyuruh isterinya untuk mengembalikan maharnya, lalu Tsabit diminta menjatuhkan talak untuknya.
Ketiga, sampaikan penolakan Anda dengan jelas dan tidak memberikan harapan.Buatlah keputusan yang tegas namun tetap sopan kepada pria tersebut dan keluarganya. Firman Allah; “Perkataan yang baik dan pemberi maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan. Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS. Al-Baqarah: 263)
Demikianlah saran dan masukan, semoga bermanfaat. Hanya kepada Allah Subhanahu Wata’ala kita panjatkan harapan dan permohonan kita, semoga menerima amal kebajikan kita dan mengampuni semua kesalahan kita. Aamiin. Selamat berjuang, wallahu a’lam.*/Ustadz Endang Abdurrahman
Rep: Achmad Fazeri