BAGAIMANA rasanya berpuasa di negeri jiran, Malaysia?
“Biasa aja,” bagi Ahmad Musthafainal Akhyar, warga negara Indonesia yang sedang menempuh kuliah S-1 di negeri Perdana Menteri Mahathir Mohamad itu.
Namun, tetap saja ada keunikan dan kekhasan di negara tersebut yang ia rasakan.
Seperti halnya di Indonesia, Akhyar berpuasa di Malaysia setiap hari selama sekitar 13 jam setengah.
Ia sudah makan sahur sebelum masuk waktu subuh yang jatuh pada sekitar pukul 05.53 waktu setempat. Lalu ia berbuka puasa pada sekitar pukul 19.25 waktu setempat. Jam segitu, di sana, tepatnya di Kelantan, memang baru masuk waktu maghrib, sementara di Indonesia biasanya sudah masuk waktu isya.
Berbeda dengan kebiasaannya di Indonesia yang berbuka puasa diawali dengan makanan ringan, seperti kue-kue, di Malaysia ia mendapati masyarakatnya berbuka puasa langsung dengan nasi. Tradisi ini sebenarnya juga dilakukan sebagian umat Islam di tanah air.
Lalu, tutur mahasiswa yang tinggal di asrama kampusnya di Kota Bharu, ibu kota Kelantan, ini, menyantap makanan ringan baru dilakukan warga selepas shalat tarawih. Biasanya yang dimakan kue-kue sejenis gorengan.
Untuk bangun sahur, tidak perlu khawatir, karena teman-temannya di asrama saling membangunkan. “Ketok-ketok pintu,” ungkap lajang berusia 21 tahun ini saat ditemui hidayatullah.com di Balikpapan, Kalimantan Timur pada Ramadhan 1439 H lalu, Juni 2018.
Banyak pula kesan dan pelajaran khusus yang ia dapati selama berpuasa di Malaysia. Misalnya, kekompakan umat Islam di sana dalam menjalani awal Ramadhan dengan satu komando.
“Bagus sih sebenarnya, enggak ada perbedaan,” ungkapnya memuji.
Ia perhatikan, di negeri jiran itu Islamnya seperti satu corak. Misalnya, tradisi membaca qunut saat shalat, ia lihat dilakukan di semua masjid yang biasa ia singgahi.
Sedangkan untuk shalat tarawih di Malaysia, ada masjid yang menggelar tarawih sebanyak 11 rakaat, ada pula yang sebanyak 23 rakaat. Miriplah dengan Indonesia.
Ini kesan lainnya. Ternyata, ungkap Akhyar yang sudah 2,5 tahun kuliah di Malaysia, di sana tradisi puasa juga diminati umat non-Muslim.
“Banyak mahasiswa bukan Islam berpuasa,” tuturnya.
Berdasarkan yang pernah ia dengar, para mahasiswa itu berpuasa dengan berbagai alasan. Mungkin karena kesehatan, atau ikut seru-seruan.
“Katanya puasa, kan, (untuk) kesehatan,” tuturnya mengutip alasan yang pernah ia dengar dari salah seorang mahasiswa non-Muslim.
Ia pun menyaksikan salah satu perbedaan mencolok antara penganut Islam dan yang bukan berdasarkan warung-warung makanan yang ada di sana.
Warung milik bukan orang Islam buka, warung milik orang Islam tutup, kata dia. Dalam hal ini ia menyebut, ‘terlihat sekali perbedaan antara Muslim dan non-Muslim’.*
Rep: hidayatullahkendari